بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Senin, 15 September 2014

PEMIKIRAN ORANG BIASA YANG MUAK NONTON BERITA DI TELEVISI

Regulasi tentang Pilkada menjadi topik hangat di negeri ini. Usulan agar pemilihan kepala daerah dikembalikan pada DPRD menuai pro-kontra. Sekali lagi, anak bangsa ini terbelah seperti di Pilpres kemarin. 

Kedua sistem pemilihan kepala daerah (langsung dan tak langsung), masing masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pada sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, partisipasi masyarakat sangat dimungkinkan. Sehingga kepala daerah yang terpilih lebih legitimate. Sementara pada pemilihan kepala daerah tidak langsung (DPRD yang memilih) tidak membutuhkan cost penyelenggaraan pemilihan yang besar. Juga lebih cepat dan efisien. 

Kerikil mewarnai proses demokratisasi di negeri ini. Sistem pemilihan langsung, menyuburkan praktek money politic sebagai efek samping yang justru merusak tatanan kemasyarakatan serta sebagian sistem nilai. Misalnya ketulusan yang berganti pragmatisme material. Perbedaan pilihan dilevel grass root yang berakibat renggangnya relasi sosial kekeluargaan. Paman dan kemenakan bisa berseteru. Orang yang bersepupu bahkan bersaudara bisa jadi bermusuhkan karena pemilihan langsung. Sementara pemilihan kepala daerah melalui DPRD memberi ruang tersanderanya kepala daerah yang terpilih, oleh kepentingan tertentu dari DPRD. 

Apakah ada solusi lain? 

Bagaimana jika Kepala Daerah dipilih oleh Tim Seleksi? Proses pemilihan melalui prosedur yang ketat. Bukan hanya berbagai formulir misalnya Bertakwa Pada Tuhan YME melalui selembar surat bermaterai, tapi melalui uji kompetensi. 

Tim Seleksi dipilih dari akademisi, agamawan, profesional. Jumlah tim seleksi sebanyak 7 orang yang dipilih dari DPR dan Presiden. 

Prosedur pemilihannya adalah sebagai berikut:
1. Pendaftaran
2. Pemberkasan
3. Tes Tertulis - Peraturan Perundang-undangan - Kebijakan Publik - Ideologi Pancasila Versus Neo-Liberalisme - Lokalitas - Keseimbangan ekologi, kesetaraan gender, nilai budaya lokal
4. Psikotes --> diganti soal psikotesnya, jangan yang itu itu terus
5. Tes Kesehatan --> kalau ada rekomendasi dokter, digugurkan
6. Tes Kejiwaan --> jika suka bertopeng (sok religius) langsung digugurkan
7. Pembuatan Makalah tentang Visi dan Misi sebagai Kepala Daerah
- Gambaran umum --> Term Of Reference (TOR) Tentang kondisi global, nasional, regional, lokal
- Visi dan Misi - Penjabaran pokok-pokok program kerja bila terpilih jadi kepala daerah
- Output yang dihasilkan apabila telah 5 tahun menjabat sebagai kepala daerah
8. Persentase Makalah --> Tim seleksi menguji keshahihan tulisan pemakalah serta kesesuaian alur pikir dengan verbalnya.
9. Tanggapan Masyarakat --> melalui surat rekomendasi organisasi yang diakui keberadaannya oleh Kesbangpol dan Kemenkumham
10. Pleno Tim Seleksi
11. Penetapan Kepala Daerah yang terpilih.

Selama proses, Tim Seleksi harus transparan pada publik. Agar publik dapat memantau dengan jelas kinerja tim seleksi. Demikian pula tanggapan masyarakat harus transparan. Mekanisme pembunuhan karakter melalui surat kaleng dapat dihindari.

Keunggulan sistem ini adalah:
1. Kepala Daerah yang terpilih memiliki kompetensi yang cukup. Baik secara intelektual maupun kapabilitas organisasi.
2. Calon kepala daerah tidak butuh donatur dan dana besar (yang bisa jadi menyandera kebijakan)
3. Tidak ada kemungkinan terjadinya money politic di level grass root
4. Calon kepala daerah tidak perlu tim pemenangan yang butuh biaya besar (orang miskin punya peluang menjadi kepala daerah)
5. Calon kepala daerah tidak perlu repot bikin pencitraan yang bisa jadi membuatnya kehilangan jati diri yang sesungguhnya
6. Kepala Daerah yang terpilih tidak tersandera oleh DPRD seperti yang dikhawatirkan banyak orang
7. Calon kepala daerah tidak perlu repot dengan urusan silsilah (misalnya keturunan pangeran diponegoro atau tuduhan sebagai anak anggota partai terlarang)
8. Kepala Daerah tidak perlu galau bila berbeda pendapat dengan ketua umum atau dewan pembina atau pengurus dari partai apapun. Sebab ia bertanggung jawab pada rakyat bukan pada partai politik
9. Jelas Kepala Daerah tidak perlu bayar lembaga survey
10. Jelas tidak ada lagi saling tuduh lembaga survey abal abal
11. Partisipasi masyarakat dalam demokrasi melalui "Tanggapan Masyarakat"..bukan pencoblosan dibilik suara setelah menerima serangan fajar.
12. Kepala Daerah tidak perlu dibebani dengan istilah "program 100 hari" (kenapa bukan program 99 hari atau 101 hari,kwkwkw). Tapi kepala daerah harus memberi hasil yang pasti jika ia menjalankan pemerintahan daerah selama satu periode. Sehingga indikator keberhasilannya dapat terukur dengan jelas.
13. Pasti biaya pemilu menjadi sangat murah
14. Pasti PNS bisa lebih fokus dengan urusannya, bukan mengurusi urusan tim sukses
15. Aparat keamanan tidak perlu repot dengan urusan pemilihan kepala daerah
16. KPU tidak perlu khawatir kantornya dibakar atau di demo massa yang tidak puas

Mungkin orang akan tertawa membaca tulisan diatas. Ya mungkin saja. Sebab tulisan diatas hanyalah pemikiran dari orang biasa yang muak nonton TV

Tidak ada komentar: