بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Selasa, 03 Mei 2016

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA ATAS KEGIATAN FOTOCOPI BUKU


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berkenaan dengan kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia. Kemampuan tersebut dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Secara umum hak kekayaan intelektual terdiri dari dua hal yaitu hak kekayaan industri dan Hak Cipta.[1] Hak kekayaan industri terdiri dari Paten, Merek, Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak Cipta terdiri dari Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra.
Dalam konteks negara Indonesia, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual telah diakomodir melalui berbagai Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.[2] Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengertian Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Suatu hasil karya cipta dalam bentuk buku dilindungi oleh Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang yang baru ini lebih menekankan kepada Pencipta itu sendiri terutama perlindungan hukum yang lebih lama dibandingkan dengan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya. Berdasarkan ketentuan yang ada, Pencipta diberikan hak ekonomi berupa hak untuk mengumumkan (performing rights) dan hak untuk memperbanyak (mechanical rights). Adapun hak moral meliputi hak Pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan dan hak Pencipta untuk melarang orang lain mengubah ciptaannya, termasuk judul ataupun anak judul ciptaan.[3]
Seorang Pencipta memiliki hak alami untuk mengontrol apa yang telah diciptakannya. Maka dari itu setiap karya cipta yang terpublikasi senantiasa perlu sepengetahuan Pencipta.[4] Saat ini keberadaan suatu karya cipta yang terpublikasi dan beredar di masyarakat tidak jarang merupakan hasil dari penggandaan tanpa sepengetahuan Pencipta. Penggandaan buku sebagai sebuah karya cipta tanpa izin Pencipta telah menjadi suatu hal yang lumrah dan terkesan biasa saja di tengah masyarakat. Penggandaan ciptaan dilakukan oleh pelaku usaha dengan tujuan komersial sangat marak dilakukan. Hasil fotokopi buku ini telah banyak beredar di masyarakat karena tidak sulit mendapatkan buku versi murah ini. Peredaran fotokopi buku oleh pelaku usaha yang beredar di masyarakat tanpa seizin Pencipta tentu tidak dapat dibenarkan.[5]
Keberadaan buku yang dijual dari hasil fotokopi buku jelas telah melanggar hak Pencipta atas suatu ciptaannya. Penggandaan hasil fotokopi buku ini laris terjual dibandingkan dengan buku yang asli. Hak ekonomi yang dipegang oleh Pencipta jelas dilanggar dengan aktivitas tersebut dikarenakan seluruh keuntungan hanya mengalir kepada pelaku usaha yang menggandakan buku secara ilegal tersebut.
Aktivitas penggandaan suatu karya cipta secara ilegal tentu akan sangat berpengaruh terhadap produktifitas Pencipta dalam menghasilkan karya cipta baru dikarenakan hak ekonomi yang menjadi milik Pencipta tidak dihargai. Sehingga Pencipta tidak lagi memiliki alasan dan motivasi untuk memperoleh hak ekonomi yang menguntungkan bagi dirinya dalam karyanya.[6] Selain itu, fenomena seperti ini tentu berdampak negatif pada jati diri bangsa Indonesia sebagai negara yang menjadikan hukum di atas segala-galanya. Pelanggaran hukum yang menjadi suatu kebiasaan di negara hukum bukanlah budaya yang harus dilestarikan. Oleh karena itu diperlukan langkah praktis yang diperankan oleh seluruh elemen terkait dalam menciptakan perlindungan terhadap Pencipta atas karyanya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kelompok kami menyajikan makalah hak cipta ini dengan judul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku”. Sedangkan permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini yaitu tentang bagaimanakah perlindungan hukum Pencipta atas buku yang di fotokopi serta kedudukan hukum pelaku usaha fotokopi?
  
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA
ATAS KEGIATAN FOTOKOPI BUKU

Perlindungan Hukum Pencipta Atas Buku Yang di Fotokopi
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Pencipta memiliki Hak Moral dan Hak Ekonomi (Pasal 4). Dimana Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta (Pasal 5 ayat 1) dan Hak Ekonomi adalah hak eksklusif Pencipta/pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi (Pasal 8).
Pencipta/pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan, pengadaptasian, pentransformasian, pendistribusian, pertunjukan, pengumuman, komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian sejauh menyangkut hak ekonomi, penulisnya berhak untuk mengeksploitasi[7] karya tulisnya, baik melalui penerbitan dalam buku maupun pemuatannya dalam media publikasi ilmiah maupun majalah populer lainnya.[8] Pencipta dapat memperoleh royalti dari penerbitan bukunya atau mendapatkan honorarium bagi pemuatan artikelnya di media. Bila dapat dihimpun dalam jumlah yang memadai, kumpulan tulisan-tulisan tersebut dapat dibukukan menjadi bunga rampai. Penerbitan seperti ini akan memberikan tambahan income bagi penciptanya.[9] Pengalihan hak ekonomi masih berlaku sepanjang Pencipta tidak mengalihkan secara keseluruhan terhadap pihak lain. Apabila suatu ciptaan buku/karya tulis/lagu/musik tanpa atau dengan teks dialihkan tanpa batas-batas waktu atau dengan perjanjian jual putus, maka Hak Ciptanya beralih kepada Penciptanya pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun (Pasal 18). Buku merupakan ciptaan yang dilindungi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 40 ayat 1 huruf a).
Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara keseluruhan atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan dan dicantumkan secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta (Pasal 44 ayat 1 huruf a), keamanan serta penyelengaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan (huruf b), ceramah untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan (huruf c), pertunjukan/pementasan yang tidak dipungut bayaran apapun sepanjang tidak merugikan Pencipta (huruf d).
Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta (Pasal 46 ayat 1), tetapi penggandaan untuk kepentingan pribadi tidak mencakup seluruh atau sebagian yang subtansial dari buku atau notasi musik (Pasal 46 ayat 2 huruf b).
Masa berlaku hak ekonomi dalam suatu Hak Cipta atas ciptaan buku adalah berlaku seumur hidup ditambah 70 tahun setelah meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2).
Sementara itu, hak moral memberikan jaminan perlindungan[10] terhadap Pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan dan dihargai, dengan cara tidak mengubah atau memutilasi yang berpotensi merugikan integritas Pencipta. Bentuk perlindungan tersebut menjadi nyata dan berwujud apabila ada pelanggaran terhadap kedua esensi hak moral, yaitu right of paternity atau right of integrity. Ketika pelanggaran terjadi Pencipta dapat melaksanakan haknya, yaitu menuntut[11] pelanggarnya untuk memulihkan hak-haknya dan kepentingannya. Pelaksanaan hak tersebut difasilitasi dengan mekanisme penuntutan sebagaimana layaknya bila terjadi pelanggaran hak yang merugikan.
Hal ini juga berlaku terhadap perubahan dan perlindungan terbaru terhadap ciptaan dan produk terkait bukan warga negara Indonesia atau orang asing dengan ketentuan bahwa negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Indonesia dan negara Indonesia serta negaranya memiliki perjanjian multilateral yang sama mengenai perjanjian Hak Cipta dan Hak terkait. Perubahan seperti ini tidak mendapat banyak manfaat terkhusus Pencipta asing, karena apabila negara Indonesia tidak turut serta dalam Konvensi Internasional seperti Konvensi Bern dan Universal Copyright Convention, maka keadaan seperti sebelum perubahan 1987 tetap berlaku. Pihak asing hanya diberi perlindungan apabila karya mereka ini untuk pertama kali dipublikasikan di Indonesia.[12]

Kedudukan Hukum “Pelaku Usaha” Fotokopi Buku dalam Penjualan Fotokopi Buku
Setiap orang atas suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta (Pasal 9 ayat 2) dan setiap orang tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta dilarang melakukan penggandaan dan penggunaan secara komersial suatu ciptaan (Pasal 9 ayat 3). Hal ini juga berlaku terhadap pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya (Pasal 10).
Pelaku usaha dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya apabila pemegang Hak Cipta atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan perjanjian tertulis (Pasal 80 ayat 1) dan hanya berlaku pada jangka waktu tertentu serta tidak melebihi masa berlaku Hak Cipta dan hak terkait (Pasal 80 ayat 2). Perjanjian lisensi terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar umum perjanjian lisensi Hak Cipta serta dikenai biaya (Pasal 83). Dengan demikian setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk melaksanakan penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan pengembangan kepada Menteri (Pasal 85).
Pengguna Hak Cipta atau hak terkait dalam hal ini pelaku usaha yang memanfaatkan Hak Cipta dengan tujuan komersial wajib membayar royalti kepada Pencipta, pemegang Hak Cipta, dan hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (Pasal 87 ayat 2). Apabila pengguna memenuhi perjanjian dan kewajibannya terhadap Lembaga Manajemen Kolektif maka tidak dianggap sebagai pelanggaran undang-undang (Pasal 87 ayat 4). Maka dengan demikian Lembaga Manajemen Kolektif wajib pula memberikan izin operasional kepada Menteri (Pasal 88 ayat 1).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1)     Perlindungan hukum terhadap pencipta yang dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta adalah dengan dilakukannya sosialisasi mengenai Undang-undang Hak Cipta yang dilakukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia.
2)    Kedudukan hukum pelaku usaha fotokopi buku dan toko buku sebagian merupakan berbadan usaha dan sebagian lagi hanya usaha perseorangan. Namun rata-rata hanya memiliki izin untuk mendirikan usaha dan tidak adanya perjanjian tertulis dengan Penulis atau Penerbit mengenai penggandaan hak cipta atas buku dengan tujuan komersial.

Saran
Adapun saran yang dapat diutarakan oleh penyaji makalah, yakni:
1)    Pemerintah sebaiknya mengambil langkah yang serius dalam menangani masalah pelanggaran hak cipta khususnya penggandaan buku tanpa seizin pencipta apalagi dengan tujuan komersial, mengingat kondisi masyarakat yang selalu mencari celah agar dapat mudah mengakses buku dengan tujuan pendidikan yaitu dengan mengadakan sosialisasi mengenai Undang-Undang Hak Cipta yang baru kepada masyarakat umum secara terus menerus sehingga aturan tersebut menjadi kondusif. Sedangkan untuk Penulis dan Penerbit harus pro aktif apabila mengetahui bukunya telah diperbanyak tanpa sepengetahuannya sehingga baik dari segi hak moral dan hak ekonominya terlindungi.
2)  Bagi pelaku usaha jasa fotokopi buku dan toko buku yang menjual buku fotokopi dengan alasan kebutuhan pendidikan dan buku tersebut sulit ditemukan maka alangkah lebih baik bergabung dalam Lembaga Manajemen Kolektif sehingga baik kepentingannya dan kepentingan Penulis tidak terabaikan dari segi hak moral dan hak ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum Hak Cipta Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.

Henry Soelistyo. 2011. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi. 2008. Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual. Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi. PT Macanan Jaya Cemerlang.

Sentosa Sembiring. 2013, Aspek-aspek Yuridis Dalam Penerbitan Buku. Nuansa Ilmu: Bandung.

Sophar Maru Hutagulung. 2012. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan. Sinar Grafika: Jakarta.

Sudargo Gautama. 1995. Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual. PT. Ereso Anggota IKAPI: Jakarta.


Peraturan perundang-undangan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta


Website
Anonim, 2014, Perlindungan Hukum, diakses dari http://tesishukum.com/ pengertian-perlindungan-hukum menurut-para-ahli, diakses pada tanggal 04 April 2016.


[1] Muhammad Ahkam Subroto & Suprapedi, Pengenalan HKI: Konsep Intelektual Untuk Penumbuhan Inovasi, PT. Macanan Jaya Cemerlang, Indonesia, 2008, Hal. 14.
[2] Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2004, Hal. 37
[3] Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. Hal. 47.
[4] Elyta Ras Ginting. Hukum Hak Cipta Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2012, Hal. 95
[5] Sentosa Sembiring. Aspek-aspek Yuridis Dalam Penerbitan Buku. Nuansa Ilmu: Bandung, 2013, Hal. 138
[6] Sophar Maru Hutagulung. 2012. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan. Sinar Grafika: Jakarta, 2012, Hal 42.
[7] Lihat Ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta.
[8] Anonim, 2014, Perlindungan Hukum, Diakses dari http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-menurut-para-ahli. Diakses pada 04 April 2016, Pukul 13.50 WIB.
[9] Ibid             
[10] Lihat ketentuan Pasal 6 Undang-undang Hak Cipta.
[11] Lihat ketentuan Pasal 96 ayat (1),(2),(3) Undang-undang Hak Cipta.
[12] Sudargo Gautama, 1995, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, PT. Eresco Anggota IKAPI, Jakarta, 1995, Hal. 66.

Tidak ada komentar: