BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hak Kekayaan
Intelektual merupakan hak yang berkenaan dengan kekayaan yang timbul karena
kemampuan intelektual manusia. Kemampuan tersebut dapat berupa karya di bidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Secara umum hak kekayaan
intelektual terdiri dari dua hal yaitu hak kekayaan industri dan Hak Cipta.[1] Hak kekayaan industri
terdiri dari Paten, Merek, Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri,
dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak Cipta terdiri dari Ilmu Pengetahuan,
Seni, dan Sastra.
Dalam konteks
negara Indonesia, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual telah diakomodir
melalui berbagai Peraturan Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Hak Cipta
Nomor 28 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten,
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu.
Hak Cipta
terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan serta produk terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri
Pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan
apapun walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.[2] Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengertian Hak Cipta adalah hak
eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Suatu hasil
karya cipta dalam bentuk buku dilindungi oleh Undang- Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang yang baru ini lebih menekankan kepada
Pencipta itu sendiri terutama perlindungan hukum yang lebih lama dibandingkan
dengan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya. Berdasarkan ketentuan yang ada,
Pencipta diberikan hak ekonomi berupa hak untuk mengumumkan (performing
rights) dan hak untuk memperbanyak (mechanical rights). Adapun hak
moral meliputi hak Pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan dan hak
Pencipta untuk melarang orang lain mengubah ciptaannya, termasuk judul ataupun
anak judul ciptaan.[3]
Seorang
Pencipta memiliki hak alami untuk mengontrol apa yang telah diciptakannya. Maka
dari itu setiap karya cipta yang terpublikasi senantiasa perlu sepengetahuan
Pencipta.[4] Saat ini keberadaan suatu
karya cipta yang terpublikasi dan beredar di masyarakat tidak jarang merupakan
hasil dari penggandaan tanpa sepengetahuan Pencipta. Penggandaan buku sebagai
sebuah karya cipta tanpa izin Pencipta telah menjadi suatu hal yang lumrah dan
terkesan biasa saja di tengah masyarakat. Penggandaan ciptaan dilakukan oleh
pelaku usaha dengan tujuan komersial sangat marak dilakukan. Hasil fotokopi
buku ini telah banyak beredar di masyarakat karena tidak sulit mendapatkan buku
versi murah ini. Peredaran fotokopi buku oleh pelaku usaha yang beredar di
masyarakat tanpa seizin Pencipta tentu tidak dapat dibenarkan.[5]
Keberadaan
buku yang dijual dari hasil fotokopi buku jelas telah melanggar hak Pencipta
atas suatu ciptaannya. Penggandaan hasil fotokopi buku ini laris terjual
dibandingkan dengan buku yang asli. Hak ekonomi yang dipegang oleh Pencipta
jelas dilanggar dengan aktivitas tersebut dikarenakan seluruh keuntungan hanya
mengalir kepada pelaku usaha yang menggandakan buku secara ilegal tersebut.
Aktivitas
penggandaan suatu karya cipta secara ilegal tentu akan sangat berpengaruh
terhadap produktifitas Pencipta dalam menghasilkan karya cipta baru dikarenakan
hak ekonomi yang menjadi milik Pencipta tidak dihargai. Sehingga Pencipta tidak
lagi memiliki alasan dan motivasi untuk memperoleh hak ekonomi yang
menguntungkan bagi dirinya dalam karyanya.[6] Selain itu, fenomena
seperti ini tentu berdampak negatif pada jati diri bangsa Indonesia sebagai
negara yang menjadikan hukum di atas segala-galanya. Pelanggaran hukum yang
menjadi suatu kebiasaan di negara hukum bukanlah budaya yang harus
dilestarikan. Oleh karena itu diperlukan langkah praktis yang diperankan oleh
seluruh elemen terkait dalam menciptakan perlindungan terhadap Pencipta atas
karyanya.
Berdasarkan
uraian tersebut diatas maka kelompok kami menyajikan makalah hak cipta ini
dengan judul “Perlindungan Hukum Hak
Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku”. Sedangkan permasalahan yang akan dikaji
dalam makalah ini yaitu tentang bagaimanakah perlindungan hukum Pencipta
atas buku yang di fotokopi serta kedudukan hukum pelaku usaha fotokopi?
BAB II
PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA
ATAS KEGIATAN FOTOKOPI BUKU
Perlindungan Hukum Pencipta Atas Buku Yang di Fotokopi
Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Pencipta memiliki Hak Moral dan Hak Ekonomi
(Pasal 4). Dimana Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta (Pasal 5
ayat 1) dan Hak Ekonomi adalah hak eksklusif Pencipta/pemegang Hak Cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi (Pasal 8).
Pencipta/pemegang
Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan, penggandaan, penerjemahan,
pengadaptasian, pentransformasian, pendistribusian, pertunjukan, pengumuman,
komunikasi, dan penyewaan ciptaan. Dengan demikian sejauh menyangkut hak
ekonomi, penulisnya berhak untuk mengeksploitasi[7] karya tulisnya, baik
melalui penerbitan dalam buku maupun pemuatannya dalam media publikasi ilmiah
maupun majalah populer lainnya.[8] Pencipta dapat memperoleh
royalti dari penerbitan bukunya atau mendapatkan honorarium bagi pemuatan
artikelnya di media. Bila dapat dihimpun dalam jumlah yang memadai, kumpulan
tulisan-tulisan tersebut dapat dibukukan menjadi bunga rampai. Penerbitan
seperti ini akan memberikan tambahan income bagi penciptanya.[9] Pengalihan hak ekonomi
masih berlaku sepanjang Pencipta tidak mengalihkan secara keseluruhan terhadap
pihak lain. Apabila suatu ciptaan buku/karya tulis/lagu/musik tanpa atau dengan
teks dialihkan tanpa batas-batas waktu atau dengan perjanjian jual putus, maka
Hak Ciptanya beralih kepada Penciptanya pada saat perjanjian tersebut mencapai
jangka waktu 25 tahun (Pasal 18). Buku merupakan ciptaan yang dilindungi dalam
bidang Ilmu Pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 40 ayat 1 huruf a).
Penggunaan,
pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara keseluruhan atau sebagian yang substansial tidak dianggap
sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan dan dicantumkan secara
lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta (Pasal
44 ayat 1 huruf a), keamanan serta penyelengaraan pemerintahan, legislatif, dan
peradilan (huruf b), ceramah untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
(huruf c), pertunjukan/pementasan yang tidak dipungut bayaran apapun sepanjang tidak merugikan Pencipta (huruf d).
Penggandaan
untuk kepentingan pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya
dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta (Pasal 46 ayat 1), tetapi penggandaan untuk kepentingan
pribadi tidak mencakup seluruh atau sebagian yang subtansial dari buku atau
notasi musik (Pasal 46 ayat 2 huruf b).
Masa berlaku
hak ekonomi dalam suatu Hak Cipta atas ciptaan buku adalah berlaku seumur hidup
ditambah 70 tahun setelah meninggal dunia (Pasal 58 ayat 2).
Sementara itu,
hak moral memberikan jaminan perlindungan[10] terhadap Pencipta untuk
dicantumkan namanya dalam ciptaan dan dihargai, dengan cara tidak mengubah atau
memutilasi yang berpotensi merugikan integritas Pencipta. Bentuk perlindungan
tersebut menjadi nyata dan berwujud apabila ada pelanggaran terhadap kedua
esensi hak moral, yaitu right of paternity atau right of integrity. Ketika
pelanggaran terjadi Pencipta dapat melaksanakan haknya, yaitu menuntut[11] pelanggarnya untuk
memulihkan hak-haknya dan kepentingannya. Pelaksanaan hak tersebut difasilitasi
dengan mekanisme penuntutan sebagaimana layaknya bila terjadi pelanggaran hak
yang merugikan.
Hal ini juga
berlaku terhadap perubahan dan perlindungan terbaru terhadap ciptaan dan produk
terkait bukan warga negara Indonesia atau orang asing dengan ketentuan bahwa
negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Indonesia dan negara
Indonesia serta negaranya memiliki perjanjian multilateral yang sama mengenai
perjanjian Hak Cipta dan Hak terkait. Perubahan seperti ini tidak mendapat
banyak manfaat terkhusus Pencipta asing, karena apabila negara Indonesia tidak
turut serta dalam Konvensi Internasional seperti Konvensi Bern dan Universal Copyright Convention, maka
keadaan seperti sebelum perubahan 1987 tetap berlaku. Pihak asing hanya diberi
perlindungan apabila karya mereka ini untuk pertama kali dipublikasikan di
Indonesia.[12]
Kedudukan Hukum
“Pelaku Usaha” Fotokopi Buku dalam Penjualan Fotokopi Buku
Setiap orang
atas suatu ciptaan wajib mendapatkan izin dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta
(Pasal 9 ayat 2) dan setiap orang tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
dilarang melakukan penggandaan dan penggunaan secara komersial suatu ciptaan
(Pasal 9 ayat 3). Hal ini juga berlaku terhadap pengelola tempat perdagangan
dilarang membiarkan penjualan/penggandaan barang hasil pelanggaran Hak
Cipta/hak terkait di tempat pengelolaannya (Pasal 10).
Pelaku usaha
dapat melakukan penggandaan dalam segala bentuknya apabila pemegang Hak Cipta
atau hak terkait memberikan lisensi berdasarkan perjanjian tertulis (Pasal 80
ayat 1) dan hanya berlaku pada jangka waktu tertentu serta tidak melebihi masa
berlaku Hak Cipta dan hak terkait (Pasal 80 ayat 2). Perjanjian lisensi
terhadap pihak ketiga harus dicatatkan oleh Menteri dalam daftar umum
perjanjian lisensi Hak Cipta serta dikenai biaya (Pasal 83). Dengan demikian
setiap orang dapat melakukan permohonan lisensi wajib untuk melaksanakan
penerjemahan/penggandaan suatu ciptaan untuk kegiatan penelitian, pendidikan,
dan pengembangan kepada Menteri (Pasal 85).
Pengguna Hak
Cipta atau hak terkait dalam hal ini pelaku usaha yang memanfaatkan Hak Cipta
dengan tujuan komersial wajib membayar royalti kepada Pencipta, pemegang Hak
Cipta, dan hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (Pasal 87 ayat 2).
Apabila pengguna memenuhi perjanjian dan kewajibannya terhadap Lembaga
Manajemen Kolektif maka tidak dianggap sebagai pelanggaran undang-undang (Pasal
87 ayat 4). Maka dengan demikian Lembaga Manajemen Kolektif wajib pula memberikan
izin operasional kepada Menteri (Pasal 88 ayat 1).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
makalah diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1) Perlindungan hukum terhadap pencipta yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta adalah dengan dilakukannya
sosialisasi mengenai Undang-undang Hak Cipta yang dilakukan Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual dan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM di seluruh
Indonesia.
2) Kedudukan hukum pelaku usaha fotokopi buku dan toko buku
sebagian merupakan berbadan usaha dan sebagian lagi hanya usaha perseorangan.
Namun rata-rata hanya memiliki izin untuk mendirikan usaha dan tidak adanya
perjanjian tertulis dengan Penulis atau Penerbit mengenai penggandaan hak cipta
atas buku dengan tujuan komersial.
Saran
Adapun saran yang
dapat diutarakan oleh penyaji makalah, yakni:
1) Pemerintah sebaiknya mengambil langkah yang serius dalam
menangani masalah pelanggaran hak cipta khususnya penggandaan buku tanpa seizin
pencipta apalagi dengan tujuan komersial, mengingat kondisi masyarakat yang
selalu mencari celah agar dapat mudah mengakses buku dengan tujuan pendidikan
yaitu dengan mengadakan sosialisasi mengenai Undang-Undang Hak Cipta yang baru
kepada masyarakat umum secara terus menerus sehingga aturan tersebut menjadi
kondusif. Sedangkan untuk Penulis dan Penerbit harus pro aktif apabila mengetahui bukunya telah diperbanyak tanpa
sepengetahuannya sehingga baik dari segi hak moral dan hak ekonominya
terlindungi.
2) Bagi pelaku usaha jasa fotokopi buku dan toko buku yang
menjual buku fotokopi dengan alasan kebutuhan pendidikan dan buku tersebut
sulit ditemukan maka alangkah lebih baik bergabung dalam Lembaga Manajemen
Kolektif sehingga baik kepentingannya dan kepentingan Penulis tidak terabaikan
dari segi hak moral dan hak ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Agus Riswandi dan M.
Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. PT Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Elyta Ras Ginting. 2012. Hukum
Hak Cipta Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung.
Henry Soelistyo. 2011. Hak
Cipta Tanpa Hak Moral. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Muhammad Ahkam Subroto dan
Suprapedi. 2008. Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual. Konsep Dasar Kekayaan
Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi. PT Macanan Jaya Cemerlang.
Sentosa Sembiring. 2013, Aspek-aspek
Yuridis Dalam Penerbitan Buku. Nuansa Ilmu: Bandung.
Sophar Maru Hutagulung. 2012. Hak
Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan. Sinar Grafika: Jakarta.
Sudargo Gautama. 1995. Segi-Segi
Hukum Hak Milik Intelektual. PT. Ereso Anggota IKAPI: Jakarta.
Peraturan perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
Website
Anonim, 2014, Perlindungan Hukum, diakses dari http://tesishukum.com/ pengertian-perlindungan-hukum menurut-para-ahli, diakses
pada tanggal 04 April 2016.
[1] Muhammad Ahkam
Subroto & Suprapedi, Pengenalan HKI: Konsep Intelektual Untuk Penumbuhan
Inovasi, PT. Macanan Jaya Cemerlang, Indonesia, 2008, Hal. 14.
[2] Budi
Agus Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum.
PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2004, Hal. 37
[3] Henry Soelistyo, Hak Cipta
Tanpa Hak Moral, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011. Hal. 47.
[4] Elyta
Ras Ginting. Hukum Hak Cipta Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung,
2012, Hal. 95
[5] Sentosa
Sembiring. Aspek-aspek Yuridis Dalam Penerbitan Buku. Nuansa Ilmu:
Bandung, 2013, Hal. 138
[6]
Sophar
Maru Hutagulung. 2012. Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan.
Sinar Grafika: Jakarta, 2012, Hal 42.
[7] Lihat Ketentuan
Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta.
[8] Anonim, 2014, Perlindungan Hukum, Diakses dari
http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-menurut-para-ahli. Diakses pada 04 April 2016,
Pukul 13.50 WIB.
[9]
Ibid
[10]
Lihat ketentuan
Pasal 6 Undang-undang Hak Cipta.
[11]
Lihat ketentuan
Pasal 96 ayat (1),(2),(3) Undang-undang Hak Cipta.
[12] Sudargo Gautama,
1995, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, PT. Eresco Anggota IKAPI,
Jakarta, 1995, Hal. 66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar