1.
Pemeriksaan Perkara
a.
Pengajuan
gugatan
b.
Penetapan
hari sidang dan pemanggilan
c.
Persidangan
pertama :
1) gugatan
gugur
2) verstek
3) perdamaian
d.
Pembacaan
gugatan
e.
Jawaban
tergugat :
1) Mengakui
2) Membantah
3) Referte
Eksepsi: materil dan formil
f.
Rekonvensi
g.
Repliek
dan dupliek
h.
Intervensi
i.
Pembuktian
j.
Kesimpulan
k.
Putusan
Hakim
2.
Pengajuan Gugatan Pengajuan
gugatan
a.
Diajukan
kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.
b.
Diajukan
secara tertulis atau lisan
c.
Bayar
preskot biaya perkara
d.
Panitera
mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara
e.
Gugatan
akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.
f.
Ketua
pengadilan menetapkan majelis hakim
3.
Penetapan hari sidang dan
Pemanggilan para pihak
a. Majelis
hakim menentukan hari siding
b. Pemanggilan
para pihak :
a) Tenggang waktu antara pemanggilan dengan hari
sidang tidak boleh kurang dari 3 hari
b) Tata cara melakukan pemaggilan :
1) Dilakukan
oleh juru sita/juru sita pengganti
2) Pemangilan
dengan surat panggilan dan salinan surat gugatan
3) Bertemu
langsung dengan orang yang dipanggil di tempat tinggal/ kediamanan
4) Jika
tidak bertemu disampaikan kepada kepala desa/lurah
5) Jika
ada pihak yang tidak diketahui tempat tinggal dan kediamannya dlakukan
pemangilan melalui bupati/walikota di wilayah hukum penggugat
6) Jika
sitergugat meningal dunia ke ahli warisnya, jika tidak diketahui maka
diserahkan kepada kepala desa/lurah
7) Jika
para pihak bertempat tinggal di luar wilayah hukum pengadilan negeri yang
memeriksa perkara relas dikirim ke pengadilan negeri di mana pihak itu
bertempat tinggal
8) Jika
berada di luar wilayah Indonesia dikirim ke kedutaan besar Indonesia
4.
Persidangan pertama
a. Penggugat tidak hadir, tergugat hadir. Pasal
126 HIR/150 RBg: majelis dapat memanggil sekali pihak yang tidak hadir agar
hadir pada sidang berikutnya.
Akibatnya : gugatan dinyatakan gugur
Akibatnya : gugatan dinyatakan gugur
b. Penggugat hadir, tergugat tidak hadir.
Berlaku Pasal 126 HIR/150 RBG
Akibatnya : verstek
Akibatnya : verstek
5. Verstek
verstek adalah sebuah putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat sedangkan upaya dari verstek adalah verzet/perlawanan. Adapun syarat-syarat dari acara verstek yaitu:
verstek adalah sebuah putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat sedangkan upaya dari verstek adalah verzet/perlawanan. Adapun syarat-syarat dari acara verstek yaitu:
a.
Tergugat
telah dipanggil dengan sah dan patut
1) Yang
melaksanakan pemangilan juru sita
2) Surat
panggilan
3) Jarak
waktu pemanggilan dengan hari sidang yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh,
14 hari apabila jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila jaraknya jauh (Pasal 122
HIR/10Rv)
b.
Tergugat
tidak hadir tanpa alasan yang sah
c.
Tergugat
tidak mengajukan eksepsi kompetensi
6.
Bentuk Putusan Verstek
a. Menggabulkan gugatan penggugat, terdiri dari :
1) Mengabulkan
seluruh gugatan
2) Mengabulkan
sebagian gugatan
3) Hal
ini terjadi jika gugatn beralasan dan tidak melawan hukum.
b. Gugatan tidak dapat diterima, apabila :
gugatan melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan ( unlawful)
=> Gugatan
ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas nebis in idem
c. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak
beralasan
=> Gugatan
ini tidak dapat diajukan kembali
7.
Perdamaian Perdamaian
a.
Jika
pihak penggugat dan tergugat hadir
b.
Dasar
hukum Pasal 130 HIR/154 RBg
c.
Upaya
yang pertama kali dilakukan oleh hakim
d.
Dilakukan
selama sebelum hakim menjatuhkan putusan
e.
Dapat
menyelesaikan perkara
f.
Tujuannya
:
1) Mencegahnya
timbulnya perselisihan di kemudian hari di antara para pihak.
2) Menghindari
biaya mahal
3) Menghindari
proses perkara dalam jangka waktu lama.
g. Perdamaian dituangkan dalam akta perdamaian
(acte van vergelijk) di mana mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim.
h. Tidak dapat dibanding kesepakatan para
pihak/menurut kehendak para pihak.
8.
Jawaban Tergugat
Setelah gugatan dibacakan
oleh penggugat maka bentuk adalah:
a.
Mengakui
menyelesaikan perkara dan tidak ada pembuktian.
b.
Membantah
harus dengan alasan.
c.
Referte
tidak mengakui dan tidak membantah.
9.
Eksepsi/tangkisan
Pengertian dari eksepsi itu
sendiri adalah sebuah jawaban tergugat yang tidak langsung pada pokok perkara,
sedangkan bentuk dari eksepsi ada 2 yaitu :
a.
Eksepsi prosessual : eksepsi yang didasarkan
pada hukum acara perdata dalam artian eksepsi ini merupakan eksepsi tolak
(declinatoir exceptie) yaitu bersifat menolak agar pemeriksaan perkara tidak
diteruskan.
Termasuk jenis ini adalah :
=> Tidak
berwenang mengadili === diputus terlebih dahulu oleh hakim
=> Batalnya
gugatan
=> Perkara
telah pernah diputus
=> Penggugat
tidak berhak mengajukan gugatan
b.
Eksepsi materil : didasarkan kepada hukum
perdata materil.
Bentuk eksepsi ini ada 2
macam yaitu :
Ø Eksepsi
tunda (dilatoir exceptie) Contoh : eksepsi karena penundaan
pembayaran utang
pembayaran utang
Ø Eksepsi
halang (peremptoir exceptie) Contoh : lampau waktu (daluarsa), penghapusan
utang
10.
Rekonvensi
Pengertian dari rekonvensi
adalah sebuah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat karena
dianggap juga melakukan wanprestasi kepada tergugat. Sedangkan pengajuannya
dapat berupa jawaban tergugat maupun dilakukan dalam dupliek, batas waktu
pengajuannya sebelum proses pembuktian. Adapun dasar dari hukum rekonvensi
yaitu tertera pada Pasal 132a dan Pasal 132b HIR disisip dgn Stb 1927 – 300,
Pasal 157 – 158 RBg.
Rekonvensi dapat diajukan
baik yang ada koneksitas maupun tidak.
Jika ada koneksitas dapat
diperiksa sekaligus/bersama-sama. Jika tidak ada koneksitas dapat diperiksa
satu-satu/dipisah.
Rekonvensi tidak dapat
diajukan dalam hal :
a. Jika kedudukkan penggugat tidak dalam
kualitas yang sama antara gugatan konvensi dengan rekonvensi.
b.
Rekonvensi
tidak dalam kompentensi yang sama.
c.
Rekonvensi
tentang pelaksanaan putusan hakim
11. Intervensi
Pengertian intervensi adalah masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan (interest), dasar hukumnya yaitu Pasal 279 – 282 BRv seadangkan bentuk dari intervensi yaitu:
Pengertian intervensi adalah masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara perdata yang sedang berlangsung bila dia juga mempunyai kepentingan (interest), dasar hukumnya yaitu Pasal 279 – 282 BRv seadangkan bentuk dari intervensi yaitu:
a.
Voeging
(menyertai) dengan cara menggabungkan diri kepada salah satu pihak.
b.
Tussenkomst
(menengahi) berdiri sendiri (tidak memihak salah satu pihak).
c.
Vrijwaring
(penanggungan) :
=> Mirip
tapi tidak sama dengan intervensi karena insiatifnya tidak dari pihak ketiga
yang bersangkutan.
=> Ikutsertanya
karena diminta sebagai penjamin/pembebas oleh salah satu pihak yang berperkara.
d.
Exceptio
Plurium Litis Consortium:
=> Masuknya
pihak ketiga karena ditarik oleh salah satu pihak yang berperkara.
=> Dilakukan
karena pihak tersebut tidak lengkap.
=> Contoh
dalam perkara warisan.
D. Perlawanan
Pihak Ketiga (Derden Verzet)
Dalam
praktek, tergugat sering mengajukan keberatan atas penyitaan yang diletakkan
terhadap harta kekayaannya dengan dalih, barang yang disita adalah milik pihak
ketiga. Dalil dan keberatan itu kebanyakan tidak dihiraukan pengadilan atas
alasan, sekiranya barang itu benar milik pihak ketiga, dia dapat mengajukan
keberatan melalui upaya Derden Veret. ternyata meskipun sita telah diletakkan
diatasnya, tidak ada muncul perlawanan dari pihak ketiga, oleh karena itu cukup
alasan untuk menduga, harta tersebut milik tergugat bukan milik pihak ketiga.
Bagaimana
halnya jika barang yang disita benar-benar milik pihak ketiga? Yang
bersangkutan dapat mengajukan perlawanan dalam bentuk Derden Verzet atau
perlawanan pihak ketiga terhadap Conservatoir Beslag. Demikian penegasan
putusan MA No. 3089 K/pdt/1991 . Yang menjelaskan, sita jaminan (CB) yang
diletakkan diatas milik pihak ketiga member hak kepada pemiliknya untuk
mengajukan Derden Verzet. Dalam kasus perkara ini, pelawan telah member tanah
yang disita dari tergugat dengan iktikad baik, lantas PN meletakkan sita
diatasnya maka dia berhak mengajukan Derden Verzet.
Derden
Verzet atas sita jaminan (CB), dapat diajukan pemilik selama perkara yang
dilawan belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila perkara
yang dilawan sudah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, upaya hukum
yang dapat dilakukan pihak ketiga atas penyitaan itu, bukan Derden Verzet,
tetapi berbentuk gugatan perdata biasa. Demikian dikemukakan dalam putusan MA
No. 996 K/pdt/1989, bahwa Derden Verzet yang diajukan atas CB yang diletakkan
PN dalam suatu perkara perdata, dapat dibenarkan selama putusan perkara yang
dilawan (perkara pokok) belum mempunyai kekuatan hukum tetap serta CB tersebut
belum diangkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar